Rasulullah saw Sebagai Ayah yang Penyayang
- Allah telah menumbuhkan dalam hati orang tua rasa cinta, kasih saying, dan perhatian terhadap anak-anaknya. Seandainya bukan karna rasa cinta dan kasih saying itu , niscaya mereka tidak akan sabar dalam mengurus anak-anaknya, mendidik mereka, dan mencurahkan segala tenaga , pikiran, dan waktu demi kebutuhan dan kepentingan anak-anaknya.
Hati yang kosong dari rasa cinta dan kasih saying terhadap anak-anaknya, pertanda hati tersebut kasar dank eras. Sebaliknya, perlakuan dari hati yang kasar dank eras hanya akan menyebabkan anak-ank tumbuh dalam kubangan kebodohan dan memalangan, karena memang sudah menjadi tabiat anak-anak semenjak mereka dilahirkan adalah selalu memerlukan bimbingan, arahan, perhatian, dan asuhan.
Namun demikian, jasih saying tidak akan memberikan manfaat apapun bagi perkembangan psikologi anak jika ia hanya tersembunyi dalam hati kedua orang tuanya.oleh karena itu, kasih sayang harus dinampakanterhadap anak sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi jiwa anak.
Oleh karena itu, praktek kasih saying seperti ini kita temukan dalam diri Rasulullah saw. Kasih saying beliau kepada putri-putrinya dan cucu-cucunya merupakan teladanbagi semua orang tua. Riwayat-riwayat dibawah ini merupakan bukti-bukti betapa sifat kebapakan Rasulullah saw penuh dengan rasa cinta, kasih saying, kelembutan, kebaikan, keramahan, dan penuh perhatian terhadap anak-anak. Bahkan rasa cinta yang beliau miliki sempat membuat orang tercengang dan bertany-tanya.
Ummul Mukminin ‘Aisyah berkata: “Seorang Arab Badui pernah dating kepada Rasulullah saw dan bertanya (kepada Rasulullah saw dan para sahabat) ‘Apakah kalian biasa mencium anak-anak kalian, padahal kami tidak pernah mencium anak-anak kami?’ Rasulullah saw bersabda: ‘Senangkah engkau bila Allah mencabut rasa kasih sayang dari dalam hati mu?’”
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: “Rasulullah saw pernah mencium Hasan bin ‘Ali, sedang pada waktu itu di samping beliau ada Aqra’ bin Habis At-Tamimi. Aqra’ berkata: ‘Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak, namun aku tidak pernah mencium seorang pun dari mereka.’ Rasulullah saw lalu memandang Aqra’ dan bersabda: ‘Barang siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.’”
Nabi saw, apabila putrinya, Fatimah, datang mengunjunginya, beliau selalu menyambutnya dengan ramah, lalu menciumnya dan berkata: “Selamat datang, wahai putriku!” Selanjutnya, beliau mendudukannya di tempat dududk belau.
Kasih sayang Rasulullah saw yang besar ini tidak hanya beliau berikan kepada putri-putri beliau, tetapi juga beliau curahkan kepada cucu-cucu beliau, bahkan kepada seluruh anak-anak para sahabat. Usman bin Zaid bin Haritsah berkata: “Rasulullah saw pernah mendudukan aku di paha beliau dan mendudukn Hasan bin ‘Ali di paha beliau yang lain, kemudian beliau merangkul kami seraya berdo’a: ‘Ya Allah, sayangilah keduanya, karena aku juga menyayangi keduanya.’”
Buraidah r.a berkata: “Ketika Rasulullah saw sedang berkhutbah dihadapan kami (para sahabat), Hasan dan Husain yang saat itu mengenakan pakaian merah datang berjalan lalu keduanya terjatuh . Rasulullah saw turun dari mimbar, lalu mengangkat keduanya dan meletakan keduanya dihadapan beliau. Beliau lalu bersabda: ‘Maha besar Allah yang telah berfirman: Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah merupakan cobaan (bagi kalian) – QS. AT-TAGHAABUN (64):15-. Ketika aku melihat keduanya terjatuh tadi, aku tidak tega sehingga aku potong khutbahku, lalu aku angkat keduanya.’”
Abu Qatadah berkata: “Rasulullah saw pernah keluar menemui kami sambil memanggul Ummamah binti Abul ‘Ash (cucu beliau), kamudian beliau shalat (mengimami kami). Apabila ruku’, beliau meletakan cucunya dan apabila beliau berdiri, beliau menggendongnya lagi.”
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah menjulurkan lidahnya kepada Hasan bin ‘Ali sampai terlihat kemerahan lidahnya, maka Hasan pun segera mendekati kakeknya itu.
Beliau juga pernah menemui orang-orang Anshar, lalu anak-anak mereka mengelilingi beliau. Beliau pun lalu menyapa mereka, dan mengucapkan salam kepada mereka.
Semua riwayat diatas menunjukan betapa besarnya rasa kasih sayang beliau terhadap semua orang, agar menjadi pelajaran dan contoh bagi para orang tua.
Anas bin Malik berkata: “Kami bersama Rasulullah saw pernah menemui Abu Saif Al-Qain. Dia adalah ayah susu Ibrahim (Putra Nabi saw). Rasulullah saw mengambil Ibrahim, lantas mengecup dan menciumnya. Ketika Ibrahim mengalami naza’, kedua mata Rasulullah saw pun meneteskan air mata. ‘Abdur Rahman bin Auf bertanya: ‘Apakah engkau menangis juga wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Mata boleh meneteskan air mata, dan hati boleh bersedih, namun kita tidak boleh bersedih dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak di ridhai Allah. Sungguh kami sangat bersedih atas kepergianmu , wahai Ibrahim.’”
Bertepatan dengan wafatnya Ibrahim, Allah menghendaki terjadinya gerhana Matahari. Para sahabatpun menyangka bahwa gerhana matahari tersebut terjadi karena kematian Ibrahim, tetapi Nabi saw yang sedang berduka karena kematian putranya bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan termasuk dari sekian tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat terjadinya gerhana, berdo’a lah kepada Allah dan laksanakan lah shalat sampai ia (matahari atau bulan) terang kembali.”
Seorang penyair Nasrani bernama Ilyas Qinshal tercengang dengan sikap nabi dalam menjelaskan gerhana ini. Dia amat kagum terhadap kejujuran beliau yang tidak mengambil keuntungan pribadi sebagai mana para oportunis dan para pembohong. Ada yang mengatakan bahwa Ilyas Qinshal ini masuk Islam, lalu mengungkapkan syair yang berisi pujian terhadap Nabi:
Demikian figure Rasulullah saw sebagai seorang ayah. Beliau adalah teladan pagi para ayah dalam menghadapi kelahiran dan kematian anak. Beliau sangat bahagia ketika anaknya yang bernama Ibrahim dan merayakannya dengan melaksanakan aqiqah. Beliau juga begitu tabah dan sabar ketiak Ibrahim meninggal. Meskipun beliau bersedi dan meneteskan air mata, beliau tidak mengungkapkan kesedihannya, kecuali dengan kata-kata yang di rihai Allah SWT.
Hati yang kosong dari rasa cinta dan kasih saying terhadap anak-anaknya, pertanda hati tersebut kasar dank eras. Sebaliknya, perlakuan dari hati yang kasar dank eras hanya akan menyebabkan anak-ank tumbuh dalam kubangan kebodohan dan memalangan, karena memang sudah menjadi tabiat anak-anak semenjak mereka dilahirkan adalah selalu memerlukan bimbingan, arahan, perhatian, dan asuhan.
Namun demikian, jasih saying tidak akan memberikan manfaat apapun bagi perkembangan psikologi anak jika ia hanya tersembunyi dalam hati kedua orang tuanya.oleh karena itu, kasih sayang harus dinampakanterhadap anak sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi jiwa anak.
Oleh karena itu, praktek kasih saying seperti ini kita temukan dalam diri Rasulullah saw. Kasih saying beliau kepada putri-putrinya dan cucu-cucunya merupakan teladanbagi semua orang tua. Riwayat-riwayat dibawah ini merupakan bukti-bukti betapa sifat kebapakan Rasulullah saw penuh dengan rasa cinta, kasih saying, kelembutan, kebaikan, keramahan, dan penuh perhatian terhadap anak-anak. Bahkan rasa cinta yang beliau miliki sempat membuat orang tercengang dan bertany-tanya.
Ummul Mukminin ‘Aisyah berkata: “Seorang Arab Badui pernah dating kepada Rasulullah saw dan bertanya (kepada Rasulullah saw dan para sahabat) ‘Apakah kalian biasa mencium anak-anak kalian, padahal kami tidak pernah mencium anak-anak kami?’ Rasulullah saw bersabda: ‘Senangkah engkau bila Allah mencabut rasa kasih sayang dari dalam hati mu?’”
Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata: “Rasulullah saw pernah mencium Hasan bin ‘Ali, sedang pada waktu itu di samping beliau ada Aqra’ bin Habis At-Tamimi. Aqra’ berkata: ‘Sesungguhnya aku mempunyai sepuluh anak, namun aku tidak pernah mencium seorang pun dari mereka.’ Rasulullah saw lalu memandang Aqra’ dan bersabda: ‘Barang siapa yang tidak menyayangi, maka ia tidak akan disayangi.’”
Nabi saw, apabila putrinya, Fatimah, datang mengunjunginya, beliau selalu menyambutnya dengan ramah, lalu menciumnya dan berkata: “Selamat datang, wahai putriku!” Selanjutnya, beliau mendudukannya di tempat dududk belau.
Kasih sayang Rasulullah saw yang besar ini tidak hanya beliau berikan kepada putri-putri beliau, tetapi juga beliau curahkan kepada cucu-cucu beliau, bahkan kepada seluruh anak-anak para sahabat. Usman bin Zaid bin Haritsah berkata: “Rasulullah saw pernah mendudukan aku di paha beliau dan mendudukn Hasan bin ‘Ali di paha beliau yang lain, kemudian beliau merangkul kami seraya berdo’a: ‘Ya Allah, sayangilah keduanya, karena aku juga menyayangi keduanya.’”
Buraidah r.a berkata: “Ketika Rasulullah saw sedang berkhutbah dihadapan kami (para sahabat), Hasan dan Husain yang saat itu mengenakan pakaian merah datang berjalan lalu keduanya terjatuh . Rasulullah saw turun dari mimbar, lalu mengangkat keduanya dan meletakan keduanya dihadapan beliau. Beliau lalu bersabda: ‘Maha besar Allah yang telah berfirman: Sesungguhnya harta-harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah merupakan cobaan (bagi kalian) – QS. AT-TAGHAABUN (64):15-. Ketika aku melihat keduanya terjatuh tadi, aku tidak tega sehingga aku potong khutbahku, lalu aku angkat keduanya.’”
Abu Qatadah berkata: “Rasulullah saw pernah keluar menemui kami sambil memanggul Ummamah binti Abul ‘Ash (cucu beliau), kamudian beliau shalat (mengimami kami). Apabila ruku’, beliau meletakan cucunya dan apabila beliau berdiri, beliau menggendongnya lagi.”
Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw pernah menjulurkan lidahnya kepada Hasan bin ‘Ali sampai terlihat kemerahan lidahnya, maka Hasan pun segera mendekati kakeknya itu.
Beliau juga pernah menemui orang-orang Anshar, lalu anak-anak mereka mengelilingi beliau. Beliau pun lalu menyapa mereka, dan mengucapkan salam kepada mereka.
Semua riwayat diatas menunjukan betapa besarnya rasa kasih sayang beliau terhadap semua orang, agar menjadi pelajaran dan contoh bagi para orang tua.
Anas bin Malik berkata: “Kami bersama Rasulullah saw pernah menemui Abu Saif Al-Qain. Dia adalah ayah susu Ibrahim (Putra Nabi saw). Rasulullah saw mengambil Ibrahim, lantas mengecup dan menciumnya. Ketika Ibrahim mengalami naza’, kedua mata Rasulullah saw pun meneteskan air mata. ‘Abdur Rahman bin Auf bertanya: ‘Apakah engkau menangis juga wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘Mata boleh meneteskan air mata, dan hati boleh bersedih, namun kita tidak boleh bersedih dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak di ridhai Allah. Sungguh kami sangat bersedih atas kepergianmu , wahai Ibrahim.’”
Bertepatan dengan wafatnya Ibrahim, Allah menghendaki terjadinya gerhana Matahari. Para sahabatpun menyangka bahwa gerhana matahari tersebut terjadi karena kematian Ibrahim, tetapi Nabi saw yang sedang berduka karena kematian putranya bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan termasuk dari sekian tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat terjadinya gerhana, berdo’a lah kepada Allah dan laksanakan lah shalat sampai ia (matahari atau bulan) terang kembali.”
Seorang penyair Nasrani bernama Ilyas Qinshal tercengang dengan sikap nabi dalam menjelaskan gerhana ini. Dia amat kagum terhadap kejujuran beliau yang tidak mengambil keuntungan pribadi sebagai mana para oportunis dan para pembohong. Ada yang mengatakan bahwa Ilyas Qinshal ini masuk Islam, lalu mengungkapkan syair yang berisi pujian terhadap Nabi:
Aku Selalu mengenangmu
Wahai Nabi yang banyak mendapatkan duka dan derita
Engkau merasa iba
Tatkala Ibrahim menghembuskan nafas terakhirnya
Dalam usia yang sangat muda
Tanpa sempat menginjak masa remaja
Aku kesampingkan apa yang dikatakan oleh para sahabat
Tentang dirimu
Karena dipelupuk matamu mengalir air mata
Karena kepergiannya
Saat itu sebenarnya merupakan kesempatan baik
Yang bias dipolitisir oleh seseorang yang mengaku dirinya nabi
Namun engkau menunjukan perbuatan engkau sendiri
Yang disertai dengan bukti-bukti
Sekiranya risalah yang engkau sampaikan
Bukan untuk menjelaskan kebenaran
Niscaya kebenaran akan tertukar dengan kebathilan
Demikian figure Rasulullah saw sebagai seorang ayah. Beliau adalah teladan pagi para ayah dalam menghadapi kelahiran dan kematian anak. Beliau sangat bahagia ketika anaknya yang bernama Ibrahim dan merayakannya dengan melaksanakan aqiqah. Beliau juga begitu tabah dan sabar ketiak Ibrahim meninggal. Meskipun beliau bersedi dan meneteskan air mata, beliau tidak mengungkapkan kesedihannya, kecuali dengan kata-kata yang di rihai Allah SWT.
Rasulullah saw Sebagai Ayah yang Penyayang
Reviewed by Khairul Anam
on
18:57
Rating:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar