Hal-Hal yang Terlewatkan
Ketika masih di SMA dahulu, aku memiliki guru istimewa. Suaminya tiba-tiba meninggal karena serangan jantung. Kira-kira seminggu setelah kematian suaminya, ia berbagi pengalaman batin dengan murid-muridnya di kelas. Ketika matahari akhir siang menerobos lewat jendela kelas, dan jam pelajaran hamper habis, ia meletakkan beberapa barang ke pinggir meja lalu duduk di atasnya.
Dengan roman muka yang syahdu, ia berdiam sejenak lalu berkata, “Sebelum pelajaran selesai, aku ingin berbagi pandangan dengan kalian. Meski tidak ada hubungan dengan pelajaran, pembicaraan ini sangat penting. Setiap orang dari kita dilahirkan ke bumi untuk belajar, berbagi, mencinta, menghargai, dan berbakti. Tidak ada yang tahu dari kita mengetahui kapan pengalaman ini akan berakhir.
Nyawa kita dapat setiap waktu melayang. Mungkin ini adalah cara Allah untuk memberitahu bahwa kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya setiap hari yang kita lewatkan.”
Sampai di sini matanya berkaca-kaca, lalu ia melanjutkan, “Oleh karena itu, aku minta kalian semua berjanji kepadaku, mulai saat ini, dalam perjalanan kalian ke sekolah, atau dalam perjalanan kalian pulang ke rumah, carilah sesuatu yang indah, perhatikanlah. Tak perlu harus sesuatu yang dapat dilihat, boleh saja berupa bau-bauan, misalnya bau roti yang sedang dibakar di salah satu rumah yang kau lewati, atau suara tiupan angin sepoi-sepoi di dedaunan, atau cahaya pagi yang menerpa daun yang sedang melayang jatuh ke bumi. Perhatikanlah semua itu, dan syukurilah, meskipun semua itu tampak biasa-biasa saja. Kita harus menjadikan kejadian-kejadian itu sebagai hal-hal penting yang harus diperhatikan, karena semua itu setiap saat dapat dicabut dari kita.”
Suasana kelas menjadi hening. Kami merapikan buku lalu keluar dari kelas tanpa mengeluarkan suara.
Dalam perjalananku pulang siang itu, aku memperhatikan lebih banyak dari yang kulihat selama satu semester. Kadang-kadang aku masih teringat guru itu dan kesan yang ia goreskan di hatiku. Sekarang aku mulai menghargai hal-hal yang dulu aku anggap biasa saja.
Sumber : http://putrinurulhuda.com
Dengan roman muka yang syahdu, ia berdiam sejenak lalu berkata, “Sebelum pelajaran selesai, aku ingin berbagi pandangan dengan kalian. Meski tidak ada hubungan dengan pelajaran, pembicaraan ini sangat penting. Setiap orang dari kita dilahirkan ke bumi untuk belajar, berbagi, mencinta, menghargai, dan berbakti. Tidak ada yang tahu dari kita mengetahui kapan pengalaman ini akan berakhir.
Nyawa kita dapat setiap waktu melayang. Mungkin ini adalah cara Allah untuk memberitahu bahwa kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya setiap hari yang kita lewatkan.”
Sampai di sini matanya berkaca-kaca, lalu ia melanjutkan, “Oleh karena itu, aku minta kalian semua berjanji kepadaku, mulai saat ini, dalam perjalanan kalian ke sekolah, atau dalam perjalanan kalian pulang ke rumah, carilah sesuatu yang indah, perhatikanlah. Tak perlu harus sesuatu yang dapat dilihat, boleh saja berupa bau-bauan, misalnya bau roti yang sedang dibakar di salah satu rumah yang kau lewati, atau suara tiupan angin sepoi-sepoi di dedaunan, atau cahaya pagi yang menerpa daun yang sedang melayang jatuh ke bumi. Perhatikanlah semua itu, dan syukurilah, meskipun semua itu tampak biasa-biasa saja. Kita harus menjadikan kejadian-kejadian itu sebagai hal-hal penting yang harus diperhatikan, karena semua itu setiap saat dapat dicabut dari kita.”
Suasana kelas menjadi hening. Kami merapikan buku lalu keluar dari kelas tanpa mengeluarkan suara.
Dalam perjalananku pulang siang itu, aku memperhatikan lebih banyak dari yang kulihat selama satu semester. Kadang-kadang aku masih teringat guru itu dan kesan yang ia goreskan di hatiku. Sekarang aku mulai menghargai hal-hal yang dulu aku anggap biasa saja.
Sumber : http://putrinurulhuda.com
Hal-Hal yang Terlewatkan
Reviewed by Khairul Anam
on
06:05
Rating:
1 komentar:
Subhanallah walhamdulillah ...
Posting Komentar